Kamis, 08 November 2018

Penulisan Ilmiah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


PENULISAN ILMIAH
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA






                                             Nama        : Fachrizal Darmawan
         NPM         : 22415331
         Kelas         : 4IC03




JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2018

DAFTAR ISI
                                                      
Halaman
Cover...................................................................................................................    i
Daftar Isi..............................................................................................................  ii

BAB I      PENDAHULUAN
1.1.   Latar Belakang..............................................................................   1
1.2.  Perumusan Permasalahan..............................................................   2
1.3.  Tujuan Penelitian...........................................................................   2
1.4.  Metode Penulisan............................................................................. 2
1.5.  Sistematika Penulisan...................................................................... 2

BAB II     LANDASAN TEORI
                 2.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Di Industri Medis dan
Pencegahannya .............................................................................   3
                        2.1.1. Kecelakaan Kerja ................................................................  3
2.1.2. Penyakit Akibat Kerja & Penyakit akibat Hubungan Kerja
          di tempat kerja......................................................................  4
2.1.3. Pengendalian Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan Melalui
 Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja.......................7
2.2. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri Logam .................   9
2.2.1. Faktor dan Potensi Bahaya..................................................   9
2.2.2. Keselamatan Kerja .............................................................  14
2.3. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri Alat Berat ...........  16
2.3.1. K3 pada Beltconveyor .........................................................16
            2.3.2. K3 pada Smelter ................................................................ .16
2.3.3. K3 pada Bachkoe ...............................................................  17



BAB III  PENUTUP
                3.1. Kesimpulan ..................................................................................  22
                3.2. Saran .............................................................................................  22

BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
            Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang diatur dalam Undang – undang Nomor 13 Tahun 2003. Dengan menerapkan teknologi pengendalian keselamatan dan kesehatan kerj, diharapkan tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi. Disamping itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat diharapkan untuk menciptakan knyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi. Jadi, unsur yang ada dalam kesehatan dan keselamatan kerja tidak terpaku pada faktor fisik, tetapi juga mental, emosional dan psikologi.
            Meskipun ketentuan mengenai kesehatan dan keselamagtan kerja telah diatur sedemikian rupa, tetapi dalam praktiknya tidak seperti yang diharapkan. Begitu banyak faktor dilapangan yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja seperti faktor manusia, lingkungan dan psikologis. Begitu banyak berita kecelakaan kerja yang disaksikan. Dalam makalah ini kemudian akn dibahas mengenai permasalahan keselamatan dan kesehatan kerja serta bagaimana mewujudkan dalam keadaan yang nyata.
            Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan di indonesia belum terkam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecendurungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurang memadai. Banyak  pekerja yang meremehkan resiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudh tersedia. Dalam penjelasan undang – undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidsk terjadi gannguan kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.  
1.2       Rumusan masalah
            1. Bagaimana cara penanganan apabila terjadi kecelakaan disaat
  melakukan pekerjaan.
            2. Bagaimana cara meminimalisir kecelakaan kerja.

1.3       Tujuan Penulisan
Tujuan dari Penulisan Ilmiah ini adalah :
1. Untuk mengetahui jenis – jenis kecelakaan kerja
2. Untuk mengetahui peran K3 dalam mencegah kecelakaan kerja.

1.4       Metode Penulisan
            Dalam penyusunan Penulisan Ilmiah ini, penulis menggunakan metode:
1.     Studi Pustaka
Penulis mengumpulkan teori dan bahan dari buku-buku acuan yang menyangkut permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan.

1.5       Sistematika Penulisan
            Untuk mengetahui penjelasan pada tiap-tiap bab secara garis besar maka sistematika dalam penulisan laporan ini tersusun dari beberapa bab, yaitu sebagai berikut :               
BAB I           PENDAHULUAN
                     Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang masalah, permasalahan, tujuan penulisan dan sistematika penulisan dari Penulisan Ilmiah Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
BAB II         LANDASAN TEORI
                     Pada bab ini menjelaskan mengenai teori-teori dasar dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri Medis, Logam dan Alat Berat.

BAB III        PENUTUP
                     Pada bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dari Penulisan Ilmiah Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta beberapa saran.
           
























BAB II
PEMBAHASAN


2.1       Keselamatan dan Kesehatan Kerja Di Industri Medis dan
Pencegahannya
2.1.1    Kecelakaan Kerja
            Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. aan menyebabkan, kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat. Kecelakaan di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu :
1.     Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban pasien
2.     Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban petugas laboratorium itu sendiri.
Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok :
A.  Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari:
1)     Peralatan / Media Elektronik, Bahan dan lain-lain
2)     Lingkungan kerja
3)     Proses kerja
4)     Sifat pekerjaan
5)     Cara kerja
B. Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia, yang dapat terjadi antara lain karena:
1)     Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana
2)     Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)
3)     Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.
4)     Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik

Beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di Tempat Kerja Kesehatan :
A. Terpeleset , biasanya karena lantai licin.
Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk kecelakaan kerja yang dapat terjadi di Tempat Kerja Kesehatan.
Akibat :
1)     Ringan à memar
2)     Berat à fraktura, dislokasi, memar otak, dll.
Pencegahan :
1)     Pakai sepatu anti slip
2)     Jangan pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar
3)     Hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin) atau tidak rata konstruksinya.
4)     Pemeliharaan lantai dan tangga
B. Mengangkat beban
Mengangkat beban merupakan pekerjaan yang cukup berat, terutama bila mengabaikan kaidah ergonomi. 
Akibat : cedera pada punggung
Pencegahan :
1)     Beban jangan terlalu berat
2)     Jangan berdiri terlalu jauh dari beban
3)     Jangan mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi pergunakanlah tungkai bawah sambil berjongkok
4)     Pakaian penggotong jangan terlalu ketat sehingga pergerakan terhambat.

            Kesehatan
            Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard di tempat kerja. Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh antara lain debu silika dan Silikosis, uap timah dan keracunan timah. Akan tetapi penyebab terjadinya akibat kesalahan faktor manusia juga (WHO).
Berbeda dengan Penyakit Akibat Kerja, Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK) sangat luas ruang lingkupnya. Menurut Komite Ahli WHO (1973), Penyakit Akibat Hubungan Kerja adalah “penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan kemungkinan besar berhubungan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja. Pajanan di tempat kerja tersebut memperberat, mempercepat terjadinya serta menyebabkan kekambuhan penyakit.
            Penyakit akibat kerja di Tempat Kerja Kesehatan umumnya berkaitan dengan faktor biologis (kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien); faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun terus menerus seperti antiseptik pada kulit, zat kimia/solvent yang menyebabkan kerusakan hati; faktor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus (panas pada kulit, tegangan tinggi, radiasi dll.); faktor psikologis (ketegangan di kamar penerimaan pasien, gawat darurat, Karantina :

1.  Faktor Biologis
Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus. Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Secara teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh dokter di RS mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar kuman patogen, debu beracun mempunyai peluang terkena infeksi. Pencegahan :
1.     Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi dan desinfeksi.
2.     Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan dalam keadaan sehat badani, punya cukup kekebalan alami untuk bekerja dengan bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi.
3.     Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.
4.     Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius dan spesimen secara benar
5.     Pengelolaan limbah infeksius dengan benar
6.     Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.
7.     Kebersihan diri dari petugas.
2. Faktor Kimia
Petugas di tempat kerja kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan mereka. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik ( trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar. Pencegahan :
1.     ”Material safety data sheet” (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk diketahui oleh seluruh petugas untuk petugas atau tenaga kesehatan laboratorium.
2.     Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol untuk petugas / tenaga kesehatan laboratorium.
3.     Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas laboratorium) dengan benar.
4.     Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa.
5.     Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.
3. Faktor Ergonomi
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain).

4. Faktor Fisik
Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja meliputi:
1.     Kebisingan, getaran akibat alat / media elektronik dapat menyebabkan stress dan ketulian
2.     Pencahayaan yang kurang di ruang kerja, laboratorium, ruang perawatan dan kantor administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja.
3.     Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja
4.     Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.Terkena radiasi
5.     Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan, penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat membahayakan petugas yang menangani.
Pencegahan :
1.     Pengendalian cahaya di ruang kerja khususnya ruang laboratorium.
2.     Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
3.     Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi
4.     Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
5.     Pelindung mata untuk sinar laser
6.     Filter untuk mikroskop untuk pemeriksa demam berdarah 

2.1.3    Pengendalian Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan Melalui
Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
A. Pengendalian Melalui Perundang-undangan (Legislative Control) antara lain :
1.     UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Petugas kesehatan dan non kesehatan
2.     UU No. 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
3.     UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
4.     Peraturan Menteri Kesehatan tentang higene dan sanitasi lingkungan.
5.     Peraturan penggunaan bahan-bahan berbahayaPeraturan/persyaratan pembuangan limbah dll.

B. Pengendalian melalui Administrasi / Organisasi (Administrative control) antara
     lain :
1.     Persyaratan penerimaan tenaga medis, para medis, dan tenaga non medis yang meliputi batas umur, jenis kelamin, syarat kesehatan
2.     Pengaturan jam kerja, lembur dan shift
3.     Menyusun Prosedur Kerja Tetap (Standard Operating Procedure) untuk masing-masing instalasi dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaannya
4.     Melaksanakan prosedur keselamatan kerja (safety procedures) terutama untuk pengoperasian alat-alat yang dapat menimbulkan kecelakaan (boiler, alat-alat radiology, dll) dan melakukan pengawasan agar prosedur tersebut dilaksanakan
5.     Melaksanakan pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan kerja dan mengupayakan pencegahannya.

C. Pengendalian Secara Teknis
1.     Substitusi dari bahan kimia, alat kerja atau proses kerja
2.     Isolasi dari bahan-bahan kimia, alat kerja, proses kerja dan petugas kesehatan dan non kesehatan (penggunaan alat pelindung)
3.     Perbaikan sistim ventilasi, dan lain-lain

Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment). Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi:
1. Pemeriksaan awal
Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon / pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya.
Pemerikasaan kesehatan awal ini meliputi :
1.     Anamnese umum
2.     Anamnese pekerjaan
3.     Penyakit yang pernah diderita
4.     Alrergi
5.     Imunisasi yang pernah didapat
6.     Pemeriksaan badan
7.     Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan tertentu:
1.     Tuberkulin test
2.     Psikotest

2. pemeriksaan berkala
            Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.

3. Pemeriksaan Khusus
Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk intern di Tempat Kerja Kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan paripurna juga harus merambah dan memberi panutan pada masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif. Misalnya untuk mengamankan limbah agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe act dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya.
Kesehatan dan keselamatan kerja di Tempat Kerja Kesehatan bertujuan agar petugas, masyarakat dan lingkungan tenaga kesehatan saat bekerja selalu dalam keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif dan sejahtera. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak. Pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan sebagai lembaga yang bertanggung-jawab terhadap kesehatan masyarakat, memfasilitasi pembentukan berbagai peraturan, petunjuk teknis dan pedoman K3 di tempat kerja kesehatan serta menjalin kerjasama lintas program maupun lintas sektor terkait dalam pembinaan K3 tersebut.
Keterlibatan dan komitmen yang tinggi dari pihak manajemen atau pengelola tempat kerja kesehatan mempunyai peran sentral dalam pelaksanaan program ini. Demikian pula dengan pihak petugas kesehatan dan non kesehatan yang menjadi sasaran program K3 ini harus berpartisipasi secara aktif, bukan hanya sebagai obyek tetapi juga berperan sebagai subyek dari upaya mulia ini. Melalui kegiatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja , diharapkan petugas kesehatan dan non kesehatan yang bekerja di tempat kerja kesehatan dapat bekerja dengan lebih produktif, sehingga tugas sebagai pelayan kesehatan kepada masyarakat dapat ditingkatkan mutunya, menuju Indonesia Sehat 2010.


2.2       Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri Logam

2.2.1    Faktor dan Potensi Bahaya
1. Faktor bahaya
a. Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang dapat megganggu kodisi fungsi pendengaran. Intensintas kebisingan pada angka yang melebihi 85 dBA, NAB dalam bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu, hal ini telah diatur dalam Kepmenaker No. 51/MEN/1999, maka perlu adanya pengendalian dalam rangka melindungi tenaga kerja dari faktor kebisingan. Kebisingan yang terjadi terutama bersumber dari mesin-mesin pada pabrik- pabrik di PT Krakatau Steel terjadi dalam beberapa area antara lain : incenerator compresesor house di pabrik Besi Spons, furnace, power water system, roughing mill, sizing press, shearing line I pilar, shearing line I, shearing line II di Pabrik Pengerolan Baja Lembaran Panas (PPBLP), area NTM, area roughing mill intermediate, area water threatment plant (WTP) di Pabrik Batang Kawat (PBK), area continous pickling line (CPL), temper mill, preparation di Pabrik Pengerolan Baja Lembaran Dingin (PPBLD). Olehsebab itu, pabrik menyediakan alat pelindung telinga secara cuma-cuma berupa ear plug dan ear muff dalam rangka melindungi tenaga kerja dari pengaruh kebisingan, kemudian pada tempat kerja dipasang rambu-rambu maupun poster pada area dengan tingkat kebisingan tinggi atau melebihi NAB serta anjuran pemakaian alat pelindung telinga pada area tersebut. Namun dalam lapangan terdapat tenaga kerja yang tidak memakai alat pelindung telinga di kerenakan alat pelindung mengganggu kinerja mereka, hal tersebut mencerminkan kurangnya kesadaran diri pada tenaga kerja akan arti pentingnya alat pelindung telinga tersebut. Selain itu perlindungan kebisingan juga dilakukan dengan pembanguan control room, sehingga tenaga kerja tidak secara langsung terpapar bising.

b. Tekanan Panas
Tekanan panas adalah kombinasi antara suhu udara, kelembapan udara percepatan udara, dan suhu radiasi yang dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh yang terjadi pada tenaga kerja (Suma’mur,1996). Suhu nikmat kerja adalah pada suhu 24–26 oC suhu kering. Sebagaimana pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep–51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas faktor fisika pada tabel 2 tentang Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah Bola (ISBB) yang diperkenankan, bahwa untuk waktu bekerja terus menerus 8 jam per hari pada beban kerja berat ISBB 25,5 oC. Suhu panas dapat menurunkan kinerja para pekerja karena memiliki efek fisiologis. Lebih jauh, apabila paparan suhu panas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah Bola (ISBB) yang diperkenankan, bahwa untuk waktu bekerja terus menerus 8 jam per hari pada beban kerja berat ISBB 25,5OC. Suhu panas dapat menurunkan kinerja para pekerja karena memiliki efek fisiologis. Lebih jauh, apabila paparan suhu panas ini tidak dikelola dengan baik dapat mengakibatkan risiko terjadinya berbagai penyakit akibat kerja yang mungkin terjadi diantaranya adalah heat cramps, heat exhaustion, heat stroke, heat strain, miliaria dan dehidrasi. Selain itu, gangguan pada fungsi ginjal akibat keterpajanan pada suhu tinggi yang berisiko terjadi pada tenaga kerja dapat pula terjadi antara lain; gangguan peredaran darah ke ginjal, penurunan kualitas urine seperti; berat jenis urine meningkat, ketidakseimbangan pH urine dan terdapat kristal pada urine. Area–area pabrik yang mempunyai tekanan panas terdapat pada unit peleburan dan pengecoran di pabrik Billet Baja (BSP), Pabrik Slab Baja I (SSP I) dan Pabrik Slab Baja II (SSP II). Untuk melindungi tenaga kerja yang bekerja pada area tekanan panas mengadakan pengendalian antara lain disediakan APD seperti baju tahan panas bagi tenaga kerja yang bekerja pada area bertekanan tinggi, penyediaan air minum untuk mencegah dehidrasi, pemasangan blower pada unit pengecoran untuk mengurangi tingginya paparan panas yang diterima tenaga kerja, pemasangan control room dengan AC dan diadakan rotasi kerja antar tenaga kerja.

c. Radiasi Sinar Radio Aktif
Sinar radio aktif di PT. Krakatau Steel digunakan untuk monitoring kualitas dari baja – baja yang dihasilkan. Radiasi dari sinar radio aktif juga dapat berefek biologis yang kurang baik bagi kesehatan tenaga kerja. Dampak yang sangat fatal yang mungkin terjadi adalah terjadinya impotensi. Maka dari itu untuk melindungi tenaga kerja, Dinas Keselamatan Kerja PT. Krakatau Steel secara rutin melakukan pengukuran tingkat paparan radiasi pada setiap lokasi sumber radio aktif setiap dua minggu sekali. Untuk mengetahui seberapa besar tenaga kerja telah terpapar, maka tenaga kerja yang bekerja disekitar sumber radio aktif dilengkapi dengan film badge dengan nomer seri yang berbeda – beda tiap tenaga kerja. Film badge ini merupakan indicator untuk mengetahui tingkat paparan radiasi yang telah di terima oleh tubuh tenaga kerja. Kemudian untuk satu bulan sekali film badge ini di bawa ke BATAN untuk dilihat berapa paparan radiasi yang telah di terima oleh masing - masing tenaga kerja, apabila telah melampaui dari NAB yaitu 0,5 mRem/jam (UU No 51 tahun 1999), maka tenaga kerja untuk sementara tidak bekerja dalam waktu yang telah ditentukan.

d. Radiasi Sinar Infra Merah
            Radiasi sinar infra merah terutama terjadi pada pekerjaan–pekerjaan yang melakukan kontak langsung dengan baja cair. Seperti pembuang slag, pengukuran temperatur baja cair, pengambilan sample baja cair, penuangan baja cair maupun pada waktu pengaliran baja cair dalam cetakan. Untuk menanggulangi pengaruh dari radiasi infra merah ini telah disediakan kacamata furnace yang diharapkan dapat mengurangi radiasi yang diterima tenaga kerja. Menurut Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP51/MEN/1999 pasal 5 tentang NAB radiasi frekuensi radio dan gelombang mikro di tempat kerja adalah 30 kHz – 100 kHz per 6 menit (Pungky W, 1999). Bila tenaga kerja terpapar gelombang mikro (radiasi infra merah) yang melebihi NAB, akan mengakibatkan katarak pada lensa mata.

e. Uap logam
Uap logam banyak dihasilkan pada aktifitas – aktifitas seperti penuangan baja cair, pengaliran baja cair ke dalam cetakan serta pada saat proses pendinginan terbuka. Upaya untuk mengurangi kontak tenaga kerja dengan uap logam, maka dipasang blower yang diharapkan uap logam tidak langsung mengenai tenaga kerja tetapi terbawa oleh aliran udara dari blower

2. Potensi Bahaya
    a. Ledakan
Ledakan merupakan potensi bahaya terbesar yang kemungkinan terjadi PT Krakatau Steel. Sumber utama suatu ledakan dari furnace dalam proses peleburan yang terdapat pada Divisi Pabrik Billet Baja, Pabrik Slab Baja I, Pabrik Slab Baja II. Ledakan dapat terjadi dari proses pembakaran (burning) gas–gas yang ada pada Divisi Pabrik Besi Spons. Upaya pencegahan terjadi ledakan dalam proses peleburan bahan baku yang digunakan harus bebas dari air, karena air akan bereaksi membentuk gas H2 yang kemudian dapat menyebabkan ledakan, selain itu scrap atau besi bekas yang digunakan sebagai bahan baku tidak boleh bercampur dengan tabung tertutup karena dapat mengakibatkan ledakan pada proses peleburan dalam furnace. Pada Divisi Pabrik Spons untuk mencegah ledakan dengan dilakukan pengecekan secara rutin setiap satu jam sekali dalam poses pembakaran gas pada bejana–bejana bertekanan agar dapat diketahui secara dini apabila terjadi kebocoran gas yang akhirnya dapat mengakibatkan ledakan. Upaya-upaya yang dilakukan PT. Krakatau Steel ini sudah mencerminkan UU No. 1 tahun 1970 tentangKeselamatan Kerja pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub c) tentang mencegah dan mengurangi ledakan (Suma’mur P.K, 1996).
b. Tertimpa
            Tertimpa merupakan potensi bahaya yang sering terjadi. Penyediaan helm bagi tenaga kerja merupakan salah satu upaya untuk mengurangi bahaya tertimpa benda jatuh. Selain itu disetiap area pabrik juga dibuat jalur hijau yang merupakan jalur aman bagi tenaga kerja atau orang lain yang berada di tempat kerja. Untuk menghindari kejatuhan dari beban yang sedang diangkat, setiap crane yang beroperasi dengan atau tanpa membawa beban disertai dengan bunyi sirene. Upaya-upaya yang dilakukan PT. Krakatau Steel dalam pengamanan tenaga kerja terhadap bahaya tertimpa ini sudah mencerminkan UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub a dan n) tentang mencegah dan mengurangi kecelakaan dan mengamankan serta memperlancar pengangkutan barang (Suma’mur P.K, 1996).
c. Percikan baja
            Percikan baja cair timbul dari letupan-letupan baja cair dari furnace atau pada ladle yang mengucurkan baja cair ke tundish. Percikan baja cair dapat dihindari dengan pemakain baju tahan panas namun kenyataannya di lapangan tenaga kerja enggan memakai baju tahan panas karena dirasa kurang nyaman dan membatasi gerak. Upaya pengendalian yang telah dilakukan PT. Krakatau Steel dalam pengamanan tenaga kerja terhadap bahaya percikan baja cair lxxxiv sudah mencerminkan UU No. 1 tahun 1970 pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub a) tentang mencegah dan mengurangi kecelakaan (Suma’mur P.K, 1996).
2.2.2 Keselamatan Kerja
1. Pengendalian kondisi dan tindakan tidak aman
Kegiatan ini dilaksanakan untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan produktif bagi tenaga kerja. Sesuai Undang-Undang No. 1 ahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 3 tentang syarat-syarat keselamatan kerja.
2. Pengawasan, pengujian dan perijinan peralatan berbahaya
   a. Crane, lift dan conveyor
Pengawasan dilakukan berdasarkan peraturan perundangan yang terkait. Pemeriksaan dan pengujian crane serta tahap sertifikasi pesawat angkatangkut dilaksanakan sesuai Permenaker No.5 tahun 1985 tentang Pesawat Angkat-Angkut, pada pasal 135 tentang pengesahan atau serifikasi pesawat angkat-angkut serta pasal 138 tentang pemeriksaan dan pengujian pesawat angkat-angkut.
  b. Boiler
            Pengawasan dilakukan berdasarkan Peraturan Uap tahun 1930 dan Undang-Undang Uap tahun 1930 serta ASME CODE 2004. Didalam Peraturan Uap tahun 1930 disebutkan bahwa pemeriksaan dan pengujian sekurang-kurangnya 2 tahun sekali, sedangkan pemeriksaan boiler di PT Krakatau Steel dilakukan setahun sekali. Hal ini dilakukan agar perubahan-perubahan pada bagian ketel uap (pipa) serta adanya zat-zat di dalam ketel uap dapat diketahui secara lebih dini.
   c. Bejana Tekan
            Pengawasan dilakukan berdasarkan Permenaker No. 1 tahun 1982 tentang Bejana Tekan. Di dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa pemeriksaan bejana tekan sekurang-kurangnya dilakukan 5 tahun sekali, sedangkan di PT Krakatau Steel pemeriksaan bejana tekan dilakukan 3 tahun sekali sebagai tindakan preventif serta bertujuan untuk mengetahui adanya perubahan struktur bejana tekan.

    d. Pemanfaatan zat radioaktif
Pengawasan dan pemantauan pemanfaatan zat radioaktif dilaksanakan sesuai Undang-Undang No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Sedangkan perijinan pemanfaatan zat radioaktif dilaksanakan berdasarkan Peraturan pemerintah Nomor 64 tahun 2000 tentang Perizinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir.

3. Pembinaan dan penyuluhan keselamatan kerja
Pembinaan dan penyuluhan keselamatan kerja dilaksanakan sebagai perwujudan Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 9 ayat 3 bahwa “Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan”.

4. Pengadaan APD
Penngadaan APD bagi tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan SK Direksi No. 64/Ci/DU-KS/Kpts/2003 tentang Pemberian dan Penggunaan Alat dan Keselamatan Kerja. Pengadaan alat pelindung diri bagi tenaga kerja PT. Krakatau steel juga berdasarkan pada pelaksanaan UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Pada pasal 9 ayat 1 sub b dinyatakan bahwa “Pengurus wajib menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang semua pengaman dan lat perlindungan yang diharuskan di tempat kerja”. Sedangkan pada pasal 9 ayat 1 ub c menyatakan bahwa “Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan tentang alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan”. Dan pada pasal 14 huruf c bahwa “Pengurus diwajibkan menyediakan secara cuma-cuma, semua alat pelindung diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja”.




2.3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri Alat Berat
            Alat berat merupakan faktor penting dalam proyek, terutama proyek – proyek kontruksi maupun pertambangan dan kegiatan lainnya dengan skala yang besar.
2.3.1 K3 Pada Belt Conveyor
Belt conveyor atau ban berjalan adalah alat transportasi yang efisien dalampengoperasian jarak jauh, karena dapat mentransport material lebih dari 2 kilometer,tergantung desain belt itu sendiri. Material yang ditransport dapat berupa powder,granular atau lump dengan kapasitas lebih dari 2000 ton/jam, hal ini berkembang seiring dengan kemajuan desain belt itu sendiri :
   1. Jangan naik, duduk, berdiri, berjalan, naik, atau menyentuh conveyor setiap
Saat
2. Jangan melakukan perawatan pada ban sampai listrik, udara, hidrolik, dansu
berenergi gravitasi telah dikunci atau diblokir
  3. Pengoperasianperalatan hanya dengan persetujuan semua pelindung dan
penjaga tempat.
  4. jangan mengisi pada saat conveyor berhenti atau memberi muatan lebih pada conveyor berjalan
   5. pastikan bahwa semua personel paham mengenai peralatan sebelum memulai

2.3.2. K3 pada Smelter
Dalam industry pertambangan mineral logam, smelter merupakan bagian dari prosessebuah produksi, mineral yang di tambang dari alam biasanya masih tercampur denganmineral pengotor atau material bawaan yang tidak diinginkan. Sementara ini, material bawaanini harus dibersihkan, selain itu juga harus dimurnikan pada smelter.Smelter itu sendiri adalah sebuah fasilitas pengolahan hasil tambang yang berfungsimeningkatkan kandungan logam seperti timah, nikel, tembaga, emas, dan perak hinggamencapai tingkat yang memenuhi standar sebagai bahan baku produksi akhir. Proses tersebuttelah meliputi pembersihan mineral logan dari pengotor dan pemurnian.Pada saat proses pemisahan antara mineral ekonomis dengan non -ekonomis, tentudengan menggunakan bahan-bahan kimia yang berbahaya jika tersentuh langsung. Sehinggasangat dibutuhkan APD untuk melindungi diri dari bahayanya zat kimia yang terkandungpada saat proses Smelter dilakukan. Adapun alat yang harus digunakan oleh para pekerjaadalah :
   1.Sepatu Karet (sepatu boot)
Berfungsi sebagai alat pengaman saat bekerja di tempat yang becek ataupunberlumpur. Kebanyakan di lapisi dengan metal untuk melindungi kaki dari bendatajam atau berat, benda panas, cairan kimia, dsb.

   2.Sarung Tangan
Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau situasiyang dapat mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan bentuk sarung tangan disesuaikan dengan fungsi masing-masing pekerjaan.

   3.Penutup Telinga (Ear Plug / Ear Muff)
Berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di tempat yang bising.

   4.Pelindung wajah (Face Shield)
Berfungsi sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat bekerja ataubahan kimia.

2.3.3    Kesehatan dan Keselamatan Kerja pada Backhoe
Backhoe adalah alat berat yang dikhususkan untuk penggalian yang letaknya dibawah kedudukan backhoe itu sendiri. Ini adalah salah satu mesin paling populer di situskonstruksi. backhoe adalah salah satu mesin paling disalahgunakan di site. Berikut adalahprosedur untuk kerja yang aman untuk backhoe :Peraturan keselamatan pada backhoe antara lain :
   1.Tetap di kursi operator setiap saat ketika operasi dan menjaga Anda
dengan sabuk pengaman operator yang diikat ketika Anda mengendarai mesin atau mengoperasikanloader.
   2. Tampilan dan dengarkan malfungsi. Berhenti jika mendeteksi kerusakan atau
operasiyang tidak menentu.
   3. Laporkan masalah segera.
   4.Tidak pernah mengizinkan orang tertentu untuk mengoperasikan backhoe.
   5.Tidak pernah menggunakan bucket untuk pekerjaan platform atau personil
pembawa.
  6.Selalu melihat
lihat sebelum Anda memundurkan backhoe, menghubungkan atau mengayunkan bucket.
  7.Mengetahui bagian-bagian pada backhoe loader.
https://html2-f.scribdassets.com/3z4ojlzu6856awqc/images/22-72b1d6f4dc.jpg

   8. pelan pelan dan memilih jalur mudah saat bepergian melalui daerah padat.
   9. Mesin memberikan cara yang tepat untuk dimuat. Menjaga jarak yang aman
dari mesinlainnya. Lulus dengan hati-hati.
  10.Tidak menghalangi visi Anda ketika bepergian atau bekerja. Membawa
bucket rendahuntuk stabilitas maksimum dan visibilitas saat bepergian. Beroperasi pada kecepatanlambat cukup sehingga Anda memiliki kontrol penuh di Semua. Perjalanan perlahan-lahan atas tanah kasar atau licin dan di lereng bukit

BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
Dalam Penulisan Ilmiah Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat kita simpulkan, jenis - jenis kecelakaan kerja yaitu terbentur, membentur, terperangkap,jatuh cdari ketinggian, jatuh pada ketinggian yag sama, pekerjaan yang terlalu berat, terkena aliran listrik, terbakar dan lain – lain. Peranan K3 sangat penting untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, karena kecelakaan kerja bisa merugikan diri sendiri dan orang lain. K3 juga berperan sebagai pedoman sebelum bekerja agar tidak terjadinya
kecelakaan yang tidak diinginkan.

3.2  Saran
      1. Mengingat pentingnya pengaruh pelaksanaan program Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) terhadap produktivitas tenaga kerja, maka di masa mendatang sangat diharapkan perusahaan dapat lebih menerapkan pelaksanaan program ini untuk mengurangi angka kecelakaan kerja.
      2. Pemerintah hendaknya mengeluarkan peraturan mengenai standar
pelaksanaan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang lebih baru dan lebih jelas agar pelaksanaan program ini dapat berjalan dengan baik.