PENULISAN
ILMIAH
KESELAMATAN
DAN KESEHATAN KERJA
Nama : Fachrizal
Darmawan
NPM :
22415331
Kelas :
4IC03
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2018
DAFTAR
ISI
Halaman
Cover................................................................................................................... i
Daftar Isi.............................................................................................................. ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.............................................................................. 1
1.2. Perumusan Permasalahan.............................................................. 2
1.3. Tujuan Penelitian........................................................................... 2
1.4. Metode Penulisan............................................................................. 2
1.5. Sistematika Penulisan...................................................................... 2
BAB
II LANDASAN TEORI
2.1.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Di Industri Medis dan
Pencegahannya
............................................................................. 3
2.1.1.
Kecelakaan Kerja ................................................................ 3
2.1.2. Penyakit Akibat Kerja & Penyakit akibat
Hubungan Kerja
di
tempat kerja...................................................................... 4
2.1.3. Pengendalian Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan
Melalui
Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja.......................7
2.2.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri Logam ................. 9
2.2.1.
Faktor dan Potensi Bahaya.................................................. 9
2.2.2. Keselamatan Kerja ............................................................. 14
2.3.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri Alat Berat ........... 16
2.3.1. K3 pada Beltconveyor .........................................................16
2.3.2. K3 pada Smelter ................................................................
.16
2.3.3.
K3 pada Bachkoe ............................................................... 17
BAB
III PENUTUP
3.1. Kesimpulan .................................................................................. 22
3.2. Saran ............................................................................................. 22
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keselamatan dan
kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang
diatur dalam Undang – undang Nomor 13 Tahun 2003. Dengan menerapkan teknologi
pengendalian keselamatan dan kesehatan kerj, diharapkan tenaga kerja akan
mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi.
Disamping itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat diharapkan untuk
menciptakan knyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi. Jadi, unsur yang
ada dalam kesehatan dan keselamatan kerja tidak terpaku pada faktor fisik,
tetapi juga mental, emosional dan psikologi.
Meskipun
ketentuan mengenai kesehatan dan keselamagtan kerja telah diatur sedemikian
rupa, tetapi dalam praktiknya tidak seperti yang diharapkan. Begitu banyak
faktor dilapangan yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja seperti
faktor manusia, lingkungan dan psikologis. Begitu banyak berita kecelakaan
kerja yang disaksikan. Dalam makalah ini kemudian akn dibahas mengenai
permasalahan keselamatan dan kesehatan kerja serta bagaimana mewujudkan dalam
keadaan yang nyata.
Penyakit
Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan
non kesehatan di indonesia belum terkam dengan baik. Jika kita pelajari angka
kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa
pengamatan) menunjukan kecendurungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor
penyebab, sering terjadi karena kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan resiko kerja,
sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudh tersedia. Dalam
penjelasan undang – undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan telah
mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya
kesehatan kerja, agar tidsk terjadi gannguan kesehatan kerja, agar tidak
terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan
disekitarnya.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana
cara penanganan apabila terjadi kecelakaan disaat
melakukan pekerjaan.
2.
Bagaimana cara meminimalisir kecelakaan kerja.
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan
dari Penulisan Ilmiah ini adalah :
1. Untuk mengetahui jenis – jenis kecelakaan kerja
2. Untuk mengetahui peran K3 dalam mencegah kecelakaan
kerja.
1.4 Metode Penulisan
Dalam penyusunan Penulisan Ilmiah
ini, penulis menggunakan metode:
1.
Studi Pustaka
Penulis mengumpulkan teori dan bahan dari buku-buku acuan yang menyangkut
permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan.
1.5 Sistematika
Penulisan
Untuk mengetahui penjelasan pada
tiap-tiap bab secara garis besar maka sistematika dalam penulisan laporan ini
tersusun dari beberapa bab, yaitu sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada
bab ini menjelaskan mengenai latar belakang masalah, permasalahan, tujuan
penulisan dan sistematika penulisan dari Penulisan Ilmiah Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada
bab ini menjelaskan mengenai teori-teori dasar dari Keselamatan dan Kesehatan
Kerja di Industri Medis, Logam dan Alat Berat.
BAB III PENUTUP
Pada
bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dari Penulisan Ilmiah Keselamatan dan Kesehatan
Kerja serta beberapa saran.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Di Industri Medis dan
Pencegahannya
2.1.1 Kecelakaan
Kerja
Kecelakaan kerja adalah kejadian
yang tidak terduga dan tidak diharapkan. aan menyebabkan, kerugian material dan
penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat. Kecelakaan
di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu :
1.
Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban pasien
2.
Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban petugas laboratorium itu
sendiri.
Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok :
A. Kondisi berbahaya (unsafe
condition), yaitu yang tidak aman dari:
1) Peralatan /
Media Elektronik, Bahan dan lain-lain
2) Lingkungan
kerja
3) Proses kerja
4) Sifat pekerjaan
5) Cara kerja
B. Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari
manusia, yang dapat terjadi antara lain karena:
1)
Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana
2)
Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)
3)
Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.
4)
Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik
Beberapa contoh
kecelakaan yang banyak terjadi di Tempat Kerja Kesehatan :
A. Terpeleset ,
biasanya karena lantai licin.
Terpeleset dan
terjatuh adalah bentuk kecelakaan kerja yang dapat terjadi di Tempat Kerja
Kesehatan.
Akibat :
Akibat :
1)
Ringan à memar
2)
Berat à fraktura, dislokasi, memar otak, dll.
Pencegahan :
1)
Pakai sepatu anti slip
2)
Jangan pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar
3)
Hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan
licin) atau tidak rata konstruksinya.
4)
Pemeliharaan
lantai dan tangga
B. Mengangkat
beban
Mengangkat
beban merupakan pekerjaan yang cukup berat, terutama bila mengabaikan kaidah
ergonomi.
Akibat : cedera pada punggung
Pencegahan :
Pencegahan :
1)
Beban jangan terlalu berat
2)
Jangan berdiri terlalu jauh dari beban
3)
Jangan mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi pergunakanlah
tungkai bawah sambil berjongkok
4)
Pakaian penggotong jangan terlalu ketat sehingga pergerakan
terhambat.
Kesehatan
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard di tempat kerja. Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh antara lain debu silika dan Silikosis, uap timah dan keracunan timah. Akan tetapi penyebab terjadinya akibat kesalahan faktor manusia juga (WHO).
Berbeda dengan Penyakit Akibat Kerja, Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK) sangat luas ruang lingkupnya. Menurut Komite Ahli WHO (1973), Penyakit Akibat Hubungan Kerja adalah “penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan kemungkinan besar berhubungan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja. Pajanan di tempat kerja tersebut memperberat, mempercepat terjadinya serta menyebabkan kekambuhan penyakit.
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard di tempat kerja. Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh antara lain debu silika dan Silikosis, uap timah dan keracunan timah. Akan tetapi penyebab terjadinya akibat kesalahan faktor manusia juga (WHO).
Berbeda dengan Penyakit Akibat Kerja, Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK) sangat luas ruang lingkupnya. Menurut Komite Ahli WHO (1973), Penyakit Akibat Hubungan Kerja adalah “penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan kemungkinan besar berhubungan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja. Pajanan di tempat kerja tersebut memperberat, mempercepat terjadinya serta menyebabkan kekambuhan penyakit.
Penyakit akibat kerja di Tempat Kerja
Kesehatan umumnya berkaitan dengan faktor biologis (kuman patogen yang berasal
umumnya dari pasien); faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun terus
menerus seperti antiseptik pada kulit, zat kimia/solvent yang menyebabkan
kerusakan hati; faktor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien
salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus (panas pada kulit,
tegangan tinggi, radiasi dll.); faktor psikologis (ketegangan di kamar penerimaan
pasien, gawat darurat, Karantina :
1. Faktor Biologis
Lingkungan
kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain kuman
yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci,
yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus
yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B)
dapat menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya
karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus. Angka kejadian
infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Secara teoritis
kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh dokter di RS
mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter
yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah
yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar kuman patogen, debu
beracun mempunyai peluang terkena infeksi. Pencegahan :
1.
Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan,
epidemilogi dan desinfeksi.
2.
Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan
dalam keadaan sehat badani, punya cukup kekebalan alami untuk bekerja dengan
bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi.
3.
Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.
4.
Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan
infeksius dan spesimen secara benar
5.
Pengelolaan limbah infeksius dengan benar
6.
Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.
7.
Kebersihan diri dari petugas.
2. Faktor Kimia
Petugas
di tempat kerja kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan
obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent yang banyak
digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang
paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak
negatif terhadap kesehatan mereka. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah
dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi
(amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan
toksik ( trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau
terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan
kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan
yang irreversible pada daerah yang terpapar. Pencegahan :
1.
”Material safety data sheet” (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang
ada untuk diketahui oleh seluruh petugas untuk petugas atau tenaga kesehatan
laboratorium.
2.
Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah
tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol untuk petugas / tenaga
kesehatan laboratorium.
3.
Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan,
celemek, jas laboratorium) dengan benar.
4.
Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata
dan lensa.
5.
Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.
3. Faktor Ergonomi
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan
seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses dan lingkungan kerja terhadap
kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan
lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang
setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, secara
populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man and
to fit the Man to the Job Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan
Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya
tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada
umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja
Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah
sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan
gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah
nyeri pinggang kerja (low back pain).
4. Faktor Fisik
Faktor
fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja
meliputi:
1.
Kebisingan, getaran akibat alat / media elektronik dapat
menyebabkan stress dan ketulian
2.
Pencahayaan yang kurang di ruang kerja, laboratorium, ruang
perawatan dan kantor administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan
kecelakaan kerja.
3.
Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja
4.
Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.Terkena
radiasi
5.
Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan,
penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat
membahayakan petugas yang menangani.
Pencegahan :
1.
Pengendalian cahaya di ruang kerja khususnya ruang laboratorium.
2.
Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
3.
Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi
4.
Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
5.
Pelindung mata untuk sinar laser
6.
Filter untuk mikroskop untuk pemeriksa demam berdarah
2.1.3 Pengendalian Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan
Melalui
Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
A. Pengendalian
Melalui Perundang-undangan (Legislative Control) antara lain :
1.
UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Petugas
kesehatan dan non kesehatan
2.
UU No. 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
3.
UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
4.
Peraturan Menteri Kesehatan tentang higene dan sanitasi lingkungan.
5.
Peraturan penggunaan bahan-bahan berbahayaPeraturan/persyaratan
pembuangan limbah dll.
B. Pengendalian
melalui Administrasi / Organisasi (Administrative control) antara
lain :
1.
Persyaratan penerimaan tenaga medis, para medis, dan tenaga non
medis yang meliputi batas umur, jenis kelamin, syarat kesehatan
2.
Pengaturan jam kerja, lembur dan shift
3.
Menyusun Prosedur Kerja Tetap (Standard Operating Procedure) untuk
masing-masing instalasi dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaannya
4.
Melaksanakan prosedur keselamatan kerja (safety procedures)
terutama untuk pengoperasian alat-alat yang dapat menimbulkan kecelakaan
(boiler, alat-alat radiology, dll) dan melakukan pengawasan agar prosedur
tersebut dilaksanakan
5.
Melaksanakan pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan kerja
dan mengupayakan pencegahannya.
C. Pengendalian
Secara Teknis
1.
Substitusi dari bahan kimia, alat kerja atau proses kerja
2.
Isolasi dari bahan-bahan kimia, alat kerja, proses kerja dan
petugas kesehatan dan non kesehatan (penggunaan alat pelindung)
3.
Perbaikan sistim ventilasi, dan lain-lain
Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara
mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh
pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan
meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun
terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus
menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan
produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan untuk
menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment).
Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang
meliputi:
1. Pemeriksaan
awal
Adalah
pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon / pekerja (petugas
kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan
mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai
dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya.
Pemerikasaan kesehatan awal ini meliputi :
Pemerikasaan kesehatan awal ini meliputi :
1.
Anamnese umum
2.
Anamnese pekerjaan
3.
Penyakit yang pernah diderita
4.
Alrergi
5.
Imunisasi yang pernah didapat
6.
Pemeriksaan badan
7.
Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan
tertentu:
1.
Tuberkulin test
2.
Psikotest
2. pemeriksaan berkala
Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.
Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.
3. Pemeriksaan
Khusus
Yaitu
pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan
berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat
mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan K3
tidak hanya untuk intern di Tempat Kerja Kesehatan, dalam hal memberikan
pelayanan paripurna juga harus merambah dan memberi panutan pada masyarakat
pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif. Misalnya
untuk mengamankan limbah agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau
masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe act dan
unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya.
Kesehatan
dan keselamatan kerja di Tempat Kerja Kesehatan bertujuan agar petugas,
masyarakat dan lingkungan tenaga kesehatan saat bekerja selalu dalam keadaan
sehat, nyaman, selamat, produktif dan sejahtera. Untuk dapat mencapai tujuan
tersebut, perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak.
Pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan sebagai lembaga yang
bertanggung-jawab terhadap kesehatan masyarakat, memfasilitasi pembentukan
berbagai peraturan, petunjuk teknis dan pedoman K3 di tempat kerja kesehatan
serta menjalin kerjasama lintas program maupun lintas sektor terkait dalam
pembinaan K3 tersebut.
Keterlibatan dan komitmen yang tinggi dari pihak manajemen atau pengelola tempat kerja kesehatan mempunyai peran sentral dalam pelaksanaan program ini. Demikian pula dengan pihak petugas kesehatan dan non kesehatan yang menjadi sasaran program K3 ini harus berpartisipasi secara aktif, bukan hanya sebagai obyek tetapi juga berperan sebagai subyek dari upaya mulia ini. Melalui kegiatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja , diharapkan petugas kesehatan dan non kesehatan yang bekerja di tempat kerja kesehatan dapat bekerja dengan lebih produktif, sehingga tugas sebagai pelayan kesehatan kepada masyarakat dapat ditingkatkan mutunya, menuju Indonesia Sehat 2010.
Keterlibatan dan komitmen yang tinggi dari pihak manajemen atau pengelola tempat kerja kesehatan mempunyai peran sentral dalam pelaksanaan program ini. Demikian pula dengan pihak petugas kesehatan dan non kesehatan yang menjadi sasaran program K3 ini harus berpartisipasi secara aktif, bukan hanya sebagai obyek tetapi juga berperan sebagai subyek dari upaya mulia ini. Melalui kegiatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja , diharapkan petugas kesehatan dan non kesehatan yang bekerja di tempat kerja kesehatan dapat bekerja dengan lebih produktif, sehingga tugas sebagai pelayan kesehatan kepada masyarakat dapat ditingkatkan mutunya, menuju Indonesia Sehat 2010.
2.2 Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di Industri Logam
2.2.1 Faktor dan Potensi
Bahaya
1.
Faktor bahaya
a.
Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang dapat megganggu
kodisi fungsi pendengaran. Intensintas kebisingan pada angka yang melebihi 85
dBA, NAB dalam bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu, hal ini telah diatur
dalam Kepmenaker No. 51/MEN/1999, maka perlu adanya pengendalian dalam rangka
melindungi tenaga kerja dari faktor kebisingan. Kebisingan yang terjadi
terutama bersumber dari mesin-mesin pada pabrik- pabrik di PT Krakatau Steel
terjadi dalam beberapa area antara lain : incenerator compresesor house di
pabrik Besi Spons, furnace, power water system, roughing mill, sizing press,
shearing line I pilar, shearing line I, shearing line II di Pabrik Pengerolan
Baja Lembaran Panas (PPBLP), area NTM, area roughing mill intermediate, area
water threatment plant (WTP) di Pabrik Batang Kawat (PBK), area continous
pickling line (CPL), temper mill, preparation di Pabrik Pengerolan Baja
Lembaran Dingin (PPBLD). Olehsebab itu, pabrik menyediakan alat pelindung
telinga secara cuma-cuma berupa ear plug dan ear muff dalam rangka melindungi
tenaga kerja dari pengaruh kebisingan, kemudian pada tempat kerja dipasang
rambu-rambu maupun poster pada area dengan tingkat kebisingan tinggi atau
melebihi NAB serta anjuran pemakaian alat pelindung telinga pada area tersebut.
Namun dalam lapangan terdapat tenaga kerja yang tidak memakai alat pelindung
telinga di kerenakan alat pelindung mengganggu kinerja mereka, hal tersebut
mencerminkan kurangnya kesadaran diri pada tenaga kerja akan arti pentingnya
alat pelindung telinga tersebut. Selain itu perlindungan kebisingan juga
dilakukan dengan pembanguan control room, sehingga tenaga kerja tidak secara
langsung terpapar bising.
b.
Tekanan Panas
Tekanan
panas adalah kombinasi antara suhu udara, kelembapan udara percepatan udara, dan
suhu radiasi yang dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh yang terjadi
pada tenaga kerja (Suma’mur,1996). Suhu nikmat kerja adalah pada suhu 24–26 oC
suhu kering. Sebagaimana pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.
Kep–51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas faktor fisika pada tabel 2 tentang
Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah Bola (ISBB) yang
diperkenankan, bahwa untuk waktu bekerja terus menerus 8 jam per hari pada
beban kerja berat ISBB 25,5 oC. Suhu panas dapat menurunkan kinerja para
pekerja karena memiliki efek fisiologis. Lebih jauh, apabila paparan suhu panas
Iklim Kerja Indeks Suhu Basah Bola (ISBB) yang diperkenankan, bahwa untuk waktu
bekerja terus menerus 8 jam per hari pada beban kerja berat ISBB 25,5OC. Suhu
panas dapat menurunkan kinerja para pekerja karena memiliki efek fisiologis.
Lebih jauh, apabila paparan suhu panas ini tidak dikelola dengan baik dapat
mengakibatkan risiko terjadinya berbagai penyakit akibat kerja yang mungkin
terjadi diantaranya adalah heat cramps, heat exhaustion, heat stroke, heat
strain, miliaria dan dehidrasi. Selain itu, gangguan pada fungsi ginjal akibat
keterpajanan pada suhu tinggi yang berisiko terjadi pada tenaga kerja dapat
pula terjadi antara lain; gangguan peredaran darah ke ginjal, penurunan
kualitas urine seperti; berat jenis urine meningkat, ketidakseimbangan pH urine
dan terdapat kristal pada urine. Area–area pabrik yang mempunyai tekanan panas
terdapat pada unit peleburan dan pengecoran di pabrik Billet Baja (BSP), Pabrik
Slab Baja I (SSP I) dan Pabrik Slab Baja II (SSP II). Untuk melindungi tenaga
kerja yang bekerja pada area tekanan panas mengadakan pengendalian antara lain
disediakan APD seperti baju tahan panas bagi tenaga kerja yang bekerja pada
area bertekanan tinggi, penyediaan air minum untuk mencegah dehidrasi,
pemasangan blower pada unit pengecoran untuk mengurangi tingginya paparan panas
yang diterima tenaga kerja, pemasangan control room dengan AC dan diadakan
rotasi kerja antar tenaga kerja.
c.
Radiasi Sinar Radio Aktif
Sinar radio aktif di PT. Krakatau Steel digunakan untuk monitoring
kualitas dari baja – baja yang dihasilkan. Radiasi dari sinar radio aktif juga
dapat berefek biologis yang kurang baik bagi kesehatan tenaga kerja. Dampak
yang sangat fatal yang mungkin terjadi adalah terjadinya impotensi. Maka dari
itu untuk melindungi tenaga kerja, Dinas Keselamatan Kerja PT. Krakatau Steel
secara rutin melakukan pengukuran tingkat paparan radiasi pada setiap lokasi
sumber radio aktif setiap dua minggu sekali. Untuk mengetahui seberapa besar
tenaga kerja telah terpapar, maka tenaga kerja yang bekerja disekitar sumber
radio aktif dilengkapi dengan film badge dengan nomer seri yang berbeda – beda
tiap tenaga kerja. Film badge ini merupakan indicator untuk mengetahui tingkat
paparan radiasi yang telah di terima oleh tubuh tenaga kerja. Kemudian untuk
satu bulan sekali film badge ini di bawa ke BATAN untuk dilihat berapa paparan
radiasi yang telah di terima oleh masing - masing tenaga kerja, apabila telah
melampaui dari NAB yaitu 0,5 mRem/jam (UU No 51 tahun 1999), maka tenaga kerja
untuk sementara tidak bekerja dalam waktu yang telah ditentukan.
d. Radiasi
Sinar Infra Merah
Radiasi
sinar infra merah terutama terjadi pada pekerjaan–pekerjaan yang melakukan
kontak langsung dengan baja cair. Seperti pembuang slag, pengukuran temperatur
baja cair, pengambilan sample baja cair, penuangan baja cair maupun pada waktu
pengaliran baja cair dalam cetakan. Untuk menanggulangi pengaruh dari radiasi
infra merah ini telah disediakan kacamata furnace yang diharapkan dapat
mengurangi radiasi yang diterima tenaga kerja. Menurut Surat Keputusan Menteri
Tenaga Kerja No. KEP51/MEN/1999 pasal 5 tentang NAB radiasi frekuensi radio dan
gelombang mikro di tempat kerja adalah 30 kHz – 100 kHz per 6 menit (Pungky W,
1999). Bila tenaga kerja terpapar gelombang mikro (radiasi infra merah) yang
melebihi NAB, akan mengakibatkan katarak pada lensa mata.
e.
Uap logam
Uap logam banyak dihasilkan pada aktifitas – aktifitas seperti
penuangan baja cair, pengaliran baja cair ke dalam cetakan serta pada saat
proses pendinginan terbuka. Upaya untuk mengurangi kontak tenaga kerja dengan
uap logam, maka dipasang blower yang diharapkan uap logam tidak langsung
mengenai tenaga kerja tetapi terbawa oleh aliran udara dari blower
2.
Potensi Bahaya
a. Ledakan
Ledakan merupakan potensi bahaya terbesar yang kemungkinan terjadi
PT Krakatau Steel. Sumber utama suatu ledakan dari furnace dalam proses
peleburan yang terdapat pada Divisi Pabrik Billet Baja, Pabrik Slab Baja I,
Pabrik Slab Baja II. Ledakan dapat terjadi dari proses pembakaran (burning)
gas–gas yang ada pada Divisi Pabrik Besi Spons. Upaya pencegahan terjadi
ledakan dalam proses peleburan bahan baku yang digunakan harus bebas dari air,
karena air akan bereaksi membentuk gas H2 yang kemudian dapat menyebabkan
ledakan, selain itu scrap atau besi bekas yang digunakan sebagai bahan baku
tidak boleh bercampur dengan tabung tertutup karena dapat mengakibatkan ledakan
pada proses peleburan dalam furnace. Pada Divisi Pabrik Spons untuk mencegah
ledakan dengan dilakukan pengecekan secara rutin setiap satu jam sekali dalam
poses pembakaran gas pada bejana–bejana bertekanan agar dapat diketahui secara
dini apabila terjadi kebocoran gas yang akhirnya dapat mengakibatkan ledakan.
Upaya-upaya yang dilakukan PT. Krakatau Steel ini sudah mencerminkan UU No. 1
tahun 1970 tentangKeselamatan Kerja pasal 3 dan
4 (ayat 1 sub c) tentang mencegah dan mengurangi ledakan (Suma’mur P.K, 1996).
b. Tertimpa
Tertimpa
merupakan potensi bahaya yang sering terjadi. Penyediaan helm bagi tenaga kerja
merupakan salah satu upaya untuk mengurangi bahaya tertimpa benda jatuh. Selain
itu disetiap area pabrik juga dibuat jalur hijau yang merupakan jalur aman bagi
tenaga kerja atau orang lain yang berada di tempat kerja. Untuk menghindari
kejatuhan dari beban yang sedang diangkat, setiap crane yang beroperasi dengan
atau tanpa membawa beban disertai dengan bunyi sirene. Upaya-upaya yang
dilakukan PT. Krakatau Steel dalam pengamanan tenaga kerja terhadap bahaya
tertimpa ini sudah mencerminkan UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub a dan n) tentang mencegah dan mengurangi kecelakaan
dan mengamankan serta memperlancar pengangkutan barang (Suma’mur P.K, 1996).
c. Percikan
baja
Percikan
baja cair timbul dari letupan-letupan baja cair dari furnace atau pada ladle
yang mengucurkan baja cair ke tundish. Percikan baja cair dapat dihindari
dengan pemakain baju tahan panas namun kenyataannya di lapangan tenaga kerja
enggan memakai baju tahan panas karena dirasa kurang nyaman dan membatasi
gerak. Upaya pengendalian yang telah dilakukan PT. Krakatau Steel dalam
pengamanan tenaga kerja terhadap bahaya percikan baja cair lxxxiv sudah
mencerminkan UU No. 1 tahun 1970 pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub a) tentang mencegah
dan mengurangi kecelakaan (Suma’mur P.K, 1996).
2.2.2 Keselamatan Kerja
1.
Pengendalian kondisi dan tindakan tidak aman
Kegiatan ini dilaksanakan untuk menciptakan lingkungan kerja yang
aman dan produktif bagi tenaga kerja. Sesuai Undang-Undang No. 1 ahun 1970
tentang Keselamatan Kerja, pasal 3 tentang syarat-syarat keselamatan kerja.
2.
Pengawasan, pengujian dan perijinan peralatan berbahaya
a. Crane, lift dan conveyor
Pengawasan dilakukan berdasarkan peraturan perundangan yang
terkait. Pemeriksaan dan pengujian crane serta tahap sertifikasi pesawat
angkatangkut dilaksanakan sesuai Permenaker No.5 tahun 1985 tentang Pesawat
Angkat-Angkut, pada pasal 135 tentang pengesahan atau serifikasi pesawat
angkat-angkut serta pasal 138 tentang pemeriksaan dan pengujian pesawat
angkat-angkut.
b. Boiler
Pengawasan
dilakukan berdasarkan Peraturan Uap tahun 1930 dan Undang-Undang Uap tahun 1930
serta ASME CODE 2004. Didalam Peraturan Uap tahun 1930 disebutkan bahwa
pemeriksaan dan pengujian sekurang-kurangnya 2 tahun sekali, sedangkan
pemeriksaan boiler di PT Krakatau Steel dilakukan setahun sekali. Hal ini
dilakukan agar perubahan-perubahan pada bagian ketel uap (pipa) serta adanya
zat-zat di dalam ketel uap dapat diketahui secara lebih dini.
c. Bejana Tekan
Pengawasan
dilakukan berdasarkan Permenaker No. 1 tahun 1982 tentang Bejana Tekan. Di
dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa pemeriksaan bejana tekan
sekurang-kurangnya dilakukan 5 tahun sekali, sedangkan di PT Krakatau Steel
pemeriksaan bejana tekan dilakukan 3 tahun sekali sebagai tindakan preventif
serta bertujuan untuk mengetahui adanya perubahan struktur bejana tekan.
d. Pemanfaatan zat radioaktif
Pengawasan dan pemantauan pemanfaatan zat radioaktif dilaksanakan
sesuai Undang-Undang No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Sedangkan
perijinan pemanfaatan zat radioaktif dilaksanakan berdasarkan Peraturan
pemerintah Nomor 64 tahun 2000 tentang Perizinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir.
3.
Pembinaan dan penyuluhan keselamatan kerja
Pembinaan dan penyuluhan keselamatan kerja dilaksanakan sebagai
perwujudan Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 9
ayat 3 bahwa “Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga
kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan
pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula
dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan”.
4.
Pengadaan APD
Penngadaan APD bagi tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan SK Direksi
No. 64/Ci/DU-KS/Kpts/2003 tentang Pemberian dan Penggunaan Alat dan Keselamatan
Kerja. Pengadaan alat pelindung diri bagi tenaga kerja PT. Krakatau steel juga
berdasarkan pada pelaksanaan UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Pada pasal 9 ayat 1 sub b dinyatakan bahwa “Pengurus wajib menunjukkan dan
menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang semua pengaman dan lat
perlindungan yang diharuskan di tempat kerja”. Sedangkan pada pasal 9 ayat 1 ub
c menyatakan bahwa “Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan tentang
alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan”. Dan pada
pasal 14 huruf c bahwa “Pengurus diwajibkan menyediakan secara cuma-cuma, semua
alat pelindung diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah
pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja
tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk
pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja”.
2.3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri Alat Berat
Alat berat merupakan faktor penting
dalam proyek, terutama proyek – proyek kontruksi maupun pertambangan dan
kegiatan lainnya dengan skala yang besar.
2.3.1 K3 Pada Belt Conveyor
Belt conveyor atau ban berjalan adalah alat transportasi yang efisien dalampengoperasian
jarak jauh, karena dapat mentransport material lebih dari 2
kilometer,tergantung desain belt itu sendiri. Material yang ditransport dapat
berupa powder,granular atau lump dengan kapasitas lebih dari 2000 ton/jam, hal
ini berkembang seiring dengan kemajuan desain belt itu sendiri :
1. Jangan naik, duduk, berdiri, berjalan, naik, atau menyentuh conveyor setiap
Saat
2.
Jangan melakukan perawatan pada ban sampai listrik, udara, hidrolik, dansu
berenergi gravitasi telah dikunci atau diblokir
3. Pengoperasianperalatan hanya dengan
persetujuan semua pelindung dan
penjaga tempat.
4. jangan mengisi pada saat conveyor berhenti
atau memberi muatan lebih pada conveyor berjalan
5. pastikan bahwa semua personel paham
mengenai peralatan sebelum memulai
2.3.2. K3 pada Smelter
Dalam
industry pertambangan mineral logam, smelter merupakan bagian dari prosessebuah
produksi, mineral yang di tambang dari alam
biasanya masih tercampur denganmineral pengotor atau material bawaan
yang tidak diinginkan. Sementara ini, material bawaanini harus
dibersihkan, selain itu juga harus dimurnikan pada smelter.Smelter itu
sendiri adalah sebuah fasilitas pengolahan hasil tambang yang
berfungsimeningkatkan kandungan logam seperti timah, nikel, tembaga,
emas, dan perak hinggamencapai tingkat yang memenuhi standar
sebagai bahan baku produksi akhir. Proses tersebuttelah meliputi pembersihan
mineral logan dari pengotor dan pemurnian.Pada saat proses pemisahan
antara mineral ekonomis dengan non -ekonomis, tentudengan menggunakan
bahan-bahan kimia yang berbahaya jika tersentuh langsung. Sehinggasangat
dibutuhkan APD untuk melindungi diri dari bahayanya zat kimia yang
terkandungpada saat proses Smelter dilakukan. Adapun alat yang harus digunakan
oleh para pekerjaadalah :
1.Sepatu Karet (sepatu boot)
Berfungsi sebagai alat pengaman saat bekerja di tempat yang becek ataupunberlumpur.
Kebanyakan di lapisi dengan metal untuk melindungi kaki dari bendatajam atau
berat, benda panas, cairan kimia, dsb.
2.Sarung Tangan
Berfungsi
sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau situasiyang
dapat mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan bentuk sarung tangan disesuaikan
dengan fungsi masing-masing pekerjaan.
3.Penutup Telinga (Ear Plug /
Ear Muff)
Berfungsi
sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di tempat yang bising.
4.Pelindung wajah (Face Shield)
Berfungsi
sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat bekerja ataubahan kimia.
2.3.3 Kesehatan
dan Keselamatan Kerja pada Backhoe
Backhoe adalah alat berat yang dikhususkan untuk penggalian yang letaknya dibawah
kedudukan backhoe itu sendiri. Ini adalah salah satu mesin paling populer di
situskonstruksi. backhoe adalah salah satu mesin paling disalahgunakan di site.
Berikut adalahprosedur untuk kerja yang aman untuk backhoe :Peraturan
keselamatan pada backhoe antara lain :
1.Tetap
di kursi operator setiap saat ketika operasi dan
menjaga Anda
dengan sabuk pengaman operator yang diikat ketika
Anda mengendarai mesin atau mengoperasikanloader.
2. Tampilan
dan dengarkan malfungsi. Berhenti jika mendeteksi
kerusakan atau
operasiyang tidak menentu.
3. Laporkan masalah segera.
4.Tidak pernah mengizinkan orang tertentu
untuk mengoperasikan backhoe.
5.Tidak pernah menggunakan bucket untuk
pekerjaan platform atau personil
pembawa.
6.Selalu melihat
lihat sebelum Anda memundurkan backhoe, menghubungkan atau
mengayunkan bucket.
7.Mengetahui bagian-bagian pada
backhoe loader.
8. pelan pelan dan memilih jalur mudah saat
bepergian melalui daerah padat.
9. Mesin memberikan cara yang tepat untuk
dimuat. Menjaga jarak yang aman
dari mesinlainnya. Lulus dengan hati-hati.
10.Tidak menghalangi visi Anda ketika
bepergian atau bekerja. Membawa
bucket rendahuntuk stabilitas maksimum dan visibilitas saat
bepergian. Beroperasi pada kecepatanlambat cukup sehingga Anda memiliki kontrol
penuh di Semua. Perjalanan perlahan-lahan atas tanah kasar atau licin dan di
lereng bukit
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam Penulisan
Ilmiah Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat kita simpulkan, jenis - jenis
kecelakaan kerja yaitu terbentur, membentur, terperangkap,jatuh cdari
ketinggian, jatuh pada ketinggian yag sama, pekerjaan yang terlalu berat,
terkena aliran listrik, terbakar dan lain – lain. Peranan K3 sangat penting
untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, karena kecelakaan kerja bisa
merugikan diri sendiri dan orang lain. K3 juga berperan sebagai pedoman sebelum
bekerja agar tidak terjadinya
kecelakaan yang tidak diinginkan.
3.2 Saran
1. Mengingat pentingnya pengaruh pelaksanaan
program Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) terhadap produktivitas tenaga kerja, maka di
masa mendatang sangat diharapkan perusahaan dapat lebih menerapkan pelaksanaan
program ini untuk mengurangi angka kecelakaan kerja.
2. Pemerintah hendaknya mengeluarkan
peraturan mengenai standar
pelaksanaan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang lebih
baru dan lebih jelas agar pelaksanaan program ini dapat berjalan dengan baik.
kak bisa minta PDF nya, sebagai referensi PI saya kak, terimakasih
BalasHapus